Monday, 31 January 2011

Dewi


 Angin pantai berhembus sangat kencang, dedaunan yang saling bergesek menimbulkan suara seperti deras hujan. Aku terbangun oleh seruan adzan yang sayup terdengar dikejauhan. Maklum, rumahku dipinggir pantai dan jauh dari keramaian. Aku melangkahkan kaki keluar rumah untuk mengambil wudhu. Tanpa sengaja aku melihat sosok bayangan yang sedang berjalan seorang diri. Ah, mungkin itu salah satu nelayan yang baru saja pulang melaut, pikirku. Lalu aku bergegas masuk kedalam bilik kecilku dan melaksanakan kewajiban rutin sebagaimana umat muslim lainnya. Berkali-kali aku menyebut namaNya, bersujud dan memohon ampunanNya. Tapi rasa berdosa yang ada didalam hati ini tidak pernah hilang. Airmataku mulai mengalir deras mengingat dosa-dosa yang pernah aku lakukan dimasa lalu. Mengingat keluarga dan ibuku yang aku tinggalkan demi karir sebagai vokalis band yang mulai naik daun. Karir yang menurutku akan membawa kebahagiaan dimasa depan, justru membawaku menjadi seorang yang egois dan tidak berfikir panjang. Tapi aku bersyukur Tuhan menegurku dengan cepat dan aku disini untuk menjalani hukuman dan harus tinggal seorang diri.

Aku bangun dari dudukku dan waktu menunjukkan pukul 05:00, aku bergegas keluar dan bersiap menjalani rutinitas sehari-hari. Biasanya jika bukan hari minggu aku mengabdikan diri dengan mengajar disekolah-sekolah swasta yang ada didekat pantai. Tapi hari ini hari minggu, aku berencana untuk mancing seharian. Ketika aku keluar rumah, sosok yang aku lihat tadi masih tampak berjalan dipinggir pantai. Sosok itu, terlihat seperti seorang gadis. Rasa ingin tahu tentang apa yang dilakukan gadis itu sejak tadi membawaku untuk memperhatikan lebih dekat. Aku berdiri disamping pohon besar yang tak jauh dari gadis itu.

Gadis itu berjalan hanya mengenakan gaun chiffon minim tanpa lengan dan kelihatannya mahal. Udara subuh yang dingin dan angin kencang sepertinya tak mengurungkan niatnya untuk terus berjalan. Jalannya yang lunglai seperti manusia yang tanpa harapan. Gadis itu berjalan dan terus berjalan, entah sudah berapa KM jalanan yang telah ia lewati. Pasir pantaipun sudah penuh dengan pijakan kaki nya. Sampai pada akhirnya ia melihat tebing, tebing itu tinggi dan berlumut. Dibawahnya terdapat batu-batu karang yang sudah menghitam dan berlubang. Untuk sesaat gadis itu diam termangu. Kemudian ia mulai melangkahkan kakinya keatas tebing.

Aku bergumam setengah teriak di dalam hati, Astagfirullahhaladzim.. Apa yang akan dilakukan gadis itu?? Aku panik dan tidak tau harus berbuat apa. Aku hanya takut jika gadis itu akan berbuat nekad. Aku memberanikan diri untuk mendekati gadis yang tidak aku kenal itu.

“hey!” aku memanggilnya dari bawah tebing dengan nada berteriak.

Gadis itu hanya memandangku, aku tidak tau apa yang dia pikirkan tapi gadis itu tersenyum padaku. Senyum yang indah, pikirku dan aku balas tersenyum sambil melambaikan tangan mengisyaratkan agar ia segera turun.
Tapi gadis itu tidak bergeming, ia justru melambaikan tangan agar aku naik keatas tebing dan duduk disana. Aku jadi bingung, sebenarnya apa yang gadis ini inginkan?

Dia lalu berkata “Apa kau berfikir aku akan terjun kesana?”

Sambil menujuk jurang yang menurut aku jika terpleset dan jatuh minimal gegar otak atau patah tulang. Membayangkannya saja sudah ngeri.

Aku hanya menjawab dengan senyuman dan bilang “Aku hanya khawatir”.

Gadis itu tertawa dan bilang “Aku sedikit jenuh dan ingin berjalan-jalan” 

“Pemandangan laut dilihat dari sini terlihat sangat bagus, apa kau mengikutiku dari tadi?

Lagi-lagi aku hanya menjawab dengan tersenyum.

“Aku menginap dirumah itu” sambil menujuk salah satu rumah pinggir pantai tetanggaku.

Aku menganggk mengerti, tanpa aku minta ia mulai bercerita tanpa bertanya apa aku mau mendengar ceritanya atau tidak.

“Hidup itu sangat indah, dan sayang kalo disia-siakan”. Itulah kata-kata yang mengawali ceritanya.

“Aku sudah hidup selama 21 tahun, dan selama itu pula aku merasa menjadi orang yang bodoh. Ayahku dijakarta, dulunya pemilik salah satu hotel. Ibuku udah nikah lagi sama laki-laki yang lebih kaya. Ayahku, dia orang yang baik. Dia selalu memperhatikan anak-anaknya. Dia tidak menikah lagi karena mengkhawatirkan kebahagiaan anak-anaknya. Beberapa tahun lalu kita hidup bahagia, sampai pada akhirnya kita memaksakan ayah untuk menikah lagi. Tapi sekarang ayahku udah gak ada. Dia meninggal karena penyakit jantung.”

“Dan, Hotel ayahku… diambil alih oleh ibuku yang kedua”

Aku terdiam mendengar ceritanya, jujur saja aku menaruh simpatik pada gadis disampingku ini, karena dia masih dapat tersenyum ditengah masalah yang dia hadapi. Aku bergumam didalam hati, kau bukan gadis bodoh, tapi aku yakin kau seseorang yang special.

Bahkan gadis ini tidak memanggilnya dengan sebutan “ibu tiri” tetapi “ibu keduanya”. Dia masih mengakui sebagai ibunya setelah apa yang dilakukan terhadapnya.

“Aku punya dua sahabat, kita bersahabat sejak dari SMP” lanjutnya.

“Dan dua-duanya selingkuhan pacarku. Aku sangat mencintainya, jadi aku aku selalu memberikan kesempatan lagi ketika ia meminta maaf. Waktu aku kecil, ayahku pernah bilang DENGAN MEMINTA MAAF/MEMAAFKAN ORANG LAIN DERAJAD KITA TIDAK AKAN TURUN. Tapi sebenarnya, aku melakukan itu semua karena berharap Tuhan akan bermurah hati padaku dan memberikan kesempatan untuk merasakan hangat dekapan ibuku, walaupun hanya sekali”.

Aku tertegun mendengarkan kisah hidupnya, gadis ini benar-benar luar biasa. Dia tetap mampu berfikir positif dalam keadaan apapun. Sedangkan aku, aku nyaris bunuh diri ketika menghadapi kenyataan karirku sebagai vokalis band berakhir dan seluruh keluargaku telah tiada. Keluargaku ikut terkena korban tsunami beberapa tahun yang lalu saat aku masih berkelana diibukota. Aku membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk dapat kembali berfikir positif, bahwa ini semua bagian dari perjalanan hidupku. Pada gadis itu, aku sangat malu, malu sekali. Umurnya 8 tahun dibawahku, tetapi pikirannya jauh melampau batas kedewasaanku. Tuhan, malaikat apakah yang kau kirimkan padaku hari ini? Apa dia benar-benar seorang gadis? Ya! dia terlihat seperti gadis biasa, tapi didalam hatinya hidup bagai malaikat. 

Gadis itu menyadarkanku dari lamunan dengan berkata.

“Jangan khawatir lagi, sekarang aku sudah lebi baik karena sudah berbagi cerita. Dan sehabis aku berjalan-jalan, aku mulai berfikir. Sepertinya aku selalu memaafkan Dia, bukan karena aku terlalu mencintainya. Tapi itu semua karena hatiku yang terlalu pemaaf. Lain kali aku akan belajar tidak memaafkan” Hahaa… katanya sambil tertawa.

Akupun ikut tertawa. Heheee

Gadis itu tiba-tiba bangkit dari duduknya dan berkata “Apa kau mau jadi pacarku?”

Aku sangat terkejut.

“Hahaaa, mukamu lucu sekali kalo terkejut. Aku cumen bercanda”

Aku bengong, antara terkejut, malu, bingung dan masih belum benar-benar mencerna semua yang dikatakan. Gadis itu sudah mulai melangkah jauh. Aku tersadar lalu berteriak.

Ya, Siapa namamu…???

Gadis itu berhenti dan menatapku, lalu tersenyum…

“Dewiiiiii…….” Jawabnya sambil teriak.

Dewi, gumamku. Kau memang benar-benar seperti dewi. Langkahnya semakin menjauh, dan mataharipun sudah mulai meninggi. Tidak terasa aku sudah duduk berjam-jam disini, jam menunjukkan pukul 8.00 pagi. Aku bersyukur atas kejadian hari ini, gadis itu telah memberikanku banyak pelajaran. Tentang arti ketulusan dan kesucian hati. Tuhan, terima kasih untuk hari ini dan hari-hari sebelumnya yang belum sempat aku ucapkan. Terima kasih juga karena Engkau selalu memberikanku kesempatan untuk memperbaiki diri. Semoga Engkau berkenan mengabulkan keiginannya.

Lalu aku berteriak "Namaku ariiiii......."


Gadis itu hanya melambaikan tangannya tanpa menoleh. Aku tak menyangka ia bisa mendengar teriakanku.

Aku tersenyum dan berjalan menuruni tebing menuju bilik kecilku, tempat dimana dulu aku dilahirkan dan dibesarkan. Tempat yang telah memberiku banyak kenangan dan pelajaran menuju manusia yang lebih berarti.

SELESAI





Ini tulisan fiksi zahra yang pertama, mohon kritik dan sarannya, maklum baru belajar.. ^^

No comments:

Post a Comment

 
Themes by ASRock Side Of Life - Privacy Policy - Sitemap